Bab 100
Bab 100 Aksi Puluhan Ribu Orang
Mendengar makian dari ayahnya, Jacky yang duduk di kursi roda tidak mengucapkan sepatah
kata pun.
Saat orang–orang lain di tempat itu mendengarnya, mereka juga ikut menyerang Jacky.
“Paman Jacky, kalau waktu itu kamu nggak membuat masalah, keponakanmu ini sudah menjadi tuan muda dari keluarga kaya raya. Kamu benar–benar sudah mencelakaiku!”
Walaupun sedang berhadapan dengan paman kedua yang sangat dihormatinya ketika dia masih kecil, Wisnu tetap tidak segan mengungkapkan isi hatinya.
Wulan juga berkata, “Paman Jacky, kini putrimu juga keras kepala sepertimu. Aku lihat dia juga akan mencelakai Keluarga Basagita!”
“Kalian benar–benar pembawa sial bagi Keluarga Basagita!”
Anggota Keluarga Basagita terus mengucapkan kata–kata yang tajam dan kasar untuk
melampiaskan kekesalan mereka.
Mendengar sindiran–sindiran itu, Jacky, Desi dan Luna hanya bisa berdiri mematung di tempat
dengan ekspresi pucat.
Sepertinya hal ini sudah lama dipendam oleh Keluarga Basagita.
Siapa suruh Luna dan keluarganya menghancurkan Grup Agung Makmur.
Melihat istri dan kedua mertuanya terdiam menahan diri, Ardika merasa sakit hati.
Tiba–tiba, dia berkata dengan nada dingin, “Grup Susanto Raya bukan apa–apa. Setelah acara
besok, aku akan menyuruh Budi mengembalikan Grup Susanto Raya!”
Kata–kata yang keluar dari mulut Ardika ini mengejutkan semua orang.
Setelah hening sejenak, semua orang yang berada di dalam aula itu mulai tertawa dengan nada
meremehkan.
“Apa idiot sepertimu bisa melakukannya?”
“Eh, idiot, apa kamu menang lotre lagi? Kali ini kamu menang beberapa triliun, ya? Sombong
sekali.”
“Beberapa triliun saja nggak cukup. Paling sedikit aset Keluarga Susanto sekarang sudah mencapai puluhan triliun/Kalau nggak punya dana sekitar dua puluh triliun, nggak mungkin bisa membeli Grup Susanto Raya.”
“Aku hanya bercanda. Untuk apa kamu seserius ini? Dua puluh triliun? Kalau dia bisa
C RêAd lat𝙚St chapters at Novel(D)ra/ma.Org Only
ta
T
1/3
IS BOHUS
mengeluarkan uang sebanyak itu, itu pasti uang orang mati!”
Begitu angkat bicara, Ardika langsung menjadi target sindiran orang–orang di tempat itu.
Mendengar tentang lotre, Tuan Besar Basagita kesal setengah mati. Dia langsung mengusir
mereka sekeluarga.
Luna ayo kita pulang. Jangan pedulikan idiot itu!”
Desi memelototi Ardika sejenak, lalu segera menarik lengan Luna menuju ke mobil dan meninggalkan menantunya begitu saja.
Tidak ada seorang pun yang memercayai ucapan Ardika, seolah–olah ucapannya hanya omong kosong belaka
“Ardika, kamu pulang naik taksi saja, ya. Setelah emosi ayah dan ibuku mereda, kamu baru masuk ke dalam rumah. Oh ya, ke depannya jangan mengatakan hal–hal yang bisa menyulut emosi mereka lagi.”
Ardika menerima sebuah pesan dari Luna.
Dia tahu Luna juga tidak memercayainya, tetapi dia juga tidak ingin memberi penjelasan apa pun.
Lagi pula, setelah acara besok berlalu mereka akan mengetahuinya sendiri.
Setelah berpikir demikian, dia segera menghubungi Draco.
“Draco, tolong beri tahu Sigit dan Abdul untuk bersiap–siap menjalankan misi. Dalam acara yang diselenggarakan oleh Asosiasi Bahan Bangunan besok, semuanya harus mendengarkan instruksiku. Selain itu, aku butuh anggota yang terbagi dalam beberapa kelompok kecil, tolong
bentuk kelompoknya.”
Besok, dia akan memberi Budi sebuah kejutan besar!
Di ujung telepon, Draco segera mengiakan.
Dia memberi tahu Ardika, besok Abdul dan Sigit akan membawa pasukan sebanyak sepuluh ribu orang untuk membantu Ardika menjalankan misi!
*Bos, di Kota Banyuli ada sebuah tim khusus beranggotakan tiga ratus orang. Cukup nggak?”
Ardika menganggukkan kepalanya dan berkata, “Jumlah anggotanya sudah lebih dari cukup. Hanya saja, bagaimana dengan kemampuan bertempur mereka? Siapa ketua timnya?”
“Ketua timnya adalah Soni Gutomo. Dia juga merupakan seorang brigadir jenderal seperti Abdul. Dia mampu bertahan di medan perang dan pernah mengikuti pelatihan khusus darimu. Nama samarannya adalah Wolf/Pasukan yang dilatihnya tentu saja memiliki kemampuan bertempur yang luar biasa.*
Begitu mendengar nama Wolf disebut, sosok seseorang langsung tebersit dalam benak Ardika Karena dulu dia pernah mengikuti pelatihan khusus dariku, nanti minta dia temui aku “
Tanpa perlu menyebut lokasi pertemuan, dia yakin Draco bisa mengatur semuanya dengan baik.
Begitu memutuskan sambungan telepon, Ardika menerima panggilan telepon dari Tina.
‘Untuk apa wanita ini mencariku?‘
Walaupun agak terkejut, Ardika tetap menjawab panggilan telepon itu.
“Ardika, kemarin aku sudah menyelamatkanmu. Apa kamu nggak bermaksud mentraktirku makan sebagai tanda terima kasih?”