Bab 10
Selena terus mengoceh selama sepanjang hari di pemakaman, tetapi dia tidak punya waktu untuk bersedih terlalu lama. Dia pun lanjut melakukan penyelidikan terhadap foto yang dia dapatkan.
Sebagian besar wanita yang pernah berhubungan dengan ayahnya adalah orang-orang di perusahaan. Ketika akan mulai menyelidiki orang-orang di perusahaan, Selena menerima sebuah panggilan telepon.
Ternyata telepon dari Wilson, seorang anak dari pegunungan yang dulu pernah dibantu oleh ayahnya. Suaranya terdengat sedikit panik. “Nona Selena, aku baru saja kembali dari luar negeri dan mendengar berita bahwa Tuan Arya sakit parah, apakah dia baik-baik saja?” tanya Wilson.
“Terima kasih atas perhatianmu, ayahku sedang menjalankan perawatan di rumah sakit.”
“Ah, bagaimana mungkin Tuhan memberikan cobaan seperti ini pada orang yang baik seperti Tuan Arya? Dulu, jika bukan karena dia membantu kami dan membawa kami keluar dari pegunungan, mana mungkin kami bisa memiliki kehidupan seperti saat ini?”
Sebuah pikiran terlintas di benak Selena. Arya mulai membiayai anak-anak dari pegunungan yang miskin untuk bersekolah sejak beberapa tahun yang lalu. Seandainya Lanny diculik dan dijual ke pegunungan yang terpencil, mungkinkah ini sebabnya dia mengenal ayahnya?
“Kak Wilson, apakah kamu kenal dengan murid-murid yang dibiayai oleh ayahku?”
“Aku yang selalu membantu Tuan Arya menghubungi mereka, jadi aku mengenal hampir semua dari mereka, tapi mereka telah pergi ke luar negeri beberapa tahun terakhir, sehingga kami telah putus kontak. Jika Nona Selena membutuhkan bantuan, aku bersedia melakukan apa pun itu.”
Setelah merasakan ada secercah harapan, Selena pun segera menyampaikan, “Aku punya sebuah foto di sini, dapatkah kamu membantuku memeriksa apakah orang itu pernah dibiayai oleh ayahku?”
“Baik, Nona Selena.” Wilson mengiriminya beberapa informasi setengah jam setelah Selena mengirimkan foto itu.
Foto gadis yang dikirim oleh Wilson itu memiliki mata yang cerah dan gigi yang putih, dia memang memiliki kemiripan dengan wajah gadis kecil yang ada di batu nisan, terutama sepasang matanya yang terlihat mirip dengan Harvey.Belonging © NôvelDram/a.Org.
Nama gadis ini adalah Kezia Ferdiansyah, dia berasal dari pegunungan yang tandus. Arya mulai membiayai sekolahnya sejak dua belas tahun yang lalu. Dia tumbuh dengan prestasi yang sangat baik. Sewaktu SMA, ada sejumlah universitas top dari dalam dan luar negeri yang menawarkan beasiswa untuknya, tetapi dia memilih untuk tetap tinggal di dalam negeri untuk meneruskan studinya.
Mungkinkah dia adalah orang yang dicari Selena? Selena pun buru-buru mengajak Wilson untuk bertemu. Di kafe.
Wilson datang tepat waktu. Selena pernah bertemu dengan Wilson sepuluh tahun yang lalu ketika dia masih kecil. Sekarang Wilson sudah menjadi presdir sebuah perusahaan ternama. Dia memakai setelan jas dan sepatu kulit, penampilannya sangat elite.
Meskipun Keluarga Bernett sudah bangkrut, tetapi Wilson masih menyapa Selena dengan hormat, “Nona Selena, maaf membuatmu menunggu terlalu lama.”
“Aku juga baru tiba. Kak Wilson, aku tidak mau berbasa-basi lagi. Apakah kamu dan Kezia masih saling kontak?”
“Dulunya pernah. Setelah pergi ke luar negeri, aku jarang berhubungan dengan teman-teman di dalam negeri lagi. Aku sudah tidak berhubungan dengan mereka selama dua tahun belakangan ini.”
“Apakah kamu tahu bagaimana kabarnya sekarang?”
“Aku juga pulang beberapa hari ini, dan aku mendengar tentang apa yang terjadi pada Keluarga Bernett dari teman-teman. Aku tidak begitu akrab dengan Kezia, paling-paling aku hanya membantu Tuan Arya menghubunginya dulu.”
Wilson mengambil kopinya dan menyesapnya untuk membasahi tenggorokan, lalu berkata, “Tapi karena ini adalah permintaan Nona Selena, jadi ketika aku datang ke sini, aku menghubungi teman-temannya. Sayangnya, berita yang aku dapatkan adalah dia sudah meninggal. Benar-benar disayangkan, dia begitu berprestasi, dia seharusnya memiliki masa depan yang sangat cerah jika tidak meninggal.”
“Kenapa dia bisa meninggal?” tanya Selena. “Penyebab pasti kematiannya tidak terlalu jelas, kudengar dia ditangkap saat berada di laut.”
Selena mengerutkan kening. Ada beberapa keraguan tentang masalah ini. Lanny diculik saat berusia hampir enam tahun, dia seharusnya masih ingat dengan kejadian itu.
Kalau memang ayah Selena yang membiayai sekolah Lanny, mengapa Lanny tidak meminta bantuan? Ketika telah datang ke kota ini, mengapa Lanny tidak datang ke tempat Keluarga Irwin?
Satu hal lagi, apa hubungan kematian Lanny dengan ayahnya? “Apakah ayahku memperlakukannya dengan baik?” tanya Selena dengan ragu-ragu.
“Kezia memiliki kehidupan yang menyedihkan, kedua orang tuanya meninggal di saat dia masih sangat kecil. Dia kuliah di kota ini sendirian, Tuan Arya selalu merawatnya dengan baik. Konon karena kepribadiannya yang pendiam, dia sering ditindas oleh teman-teman sekolahnya di asrama. Tuan Arya bahkan secara khusus menyewa sebuah apartemen kecil untuknya agar dia dapat bersekolah dengan lancar.”
Wilson meletakkan cangkir kopinya sambil bertanya, “Mengapa Nona Selena begitu penasaran dengan Kezia?” “Aku hanya ingin mencari tahu penyebab kematiannya, agar dia tidak meninggal dengan sia-sia.”
Selena awalnya berencana untuk mendapatkan uang dua puluh miliar rupiah setelah menceraikan Harvey, kemudian meninggalkan dunia ini setelah menyelesaikan urusan-urusan selanjutnya.
Sekarang dia punya satu pemikiran lagi, yaitu memperbaiki nama ayahnya dan membalaskan dendam Keluarga Bernett.
Jika Harvey tidak mau mengatakannya, maka dia sendiri yang akan menyelidiki masalah ini. Dia pasti bisa menemukan kebenarannya.
Setelah berpikir sejenak, Wilson mengeluarkan kartu nama dari dompetnya dan berkata, “Nona Selena, ini adalah temanku, detektif swasta yang sangat terkenal. Jika kamu ingin mengetahui sesuatu, dia dapat membantumu.”
“Terima kasih, Kak Wilson.”
“Sama-sama, Nona Selena. Bagaimanapun, aku juga kenal dengan Kezia. Aku juga berharap dia bisa mendapatkan ketenangan setelah meninggal. Dalam waktu dekat, aku akan menetap di dalam negeri, Nona Selana bisa menghubungiku jika butuh bantuan. Aku masih ada rapat sebentar lagi, jadi aku harus pergi dulu.”
“Hati-hati di jalan,” ucap Selena.
Selena segera menghubungi detektif swasta yang dikatakan Wilson itu. Setelah mengirimkan informasi tentang Kezia kepada si detektif, semangatnya pun bangkit kembali.
Ketika Selena kembali ke rumah sakit, Dokter Filbert yang menangani ayahnya, memanggil Selena ke ruang kantor. Selena yang memiliki firasat buruk pun berkata dengan cemas, “Dokter Filbert, bagaimana kondisi ayahku? Kapan dia bisa
sadarkan diri?”
“Nona Selena, kamu harus siap secara mental. Meskipun operasi ayahmu berhasil, tetapi kepalanya terbentur dalam kecelakaan waktu itu, sehingga meninggalkan efek samping. Saat ini tidak ada tanda-tanda dia akan sadarkan diri, ada kemungkinan ... dia tidak akan sadarkan diri lagi selama sisa hidupnya.”
Hati Selena seperti terjatuh ke dalam jurang, tangan sedang yang memegang gelas sekali pakai itu gemetar dengan hebat.
Saat menatap ekspresinya, Dokter Filbert juga agak terharu. Kemudian Dokter Filbert menghela napas dan berkata dengan tak berdaya, “Nona Selena juga jangan putus asa dulu, aku hanya mengatakan bahwa ada kemungkinan seperti itu. Jika ayahmu bisa bangun di akhir bulan ini, berarti tidak ada masalah besar.”
Tatapan mata Selena seketika menjadi kabur. Dengan suaranya yang terbata-bata, dia bertanya, “Jika dia tidak bisa bangun, apakah berarti dia akan mengalami kondisi vegetatif?”
“Benar, jadi aku harap Nona Selena dapat mempersiapkan mental sedini mungkin dan membuat rencana lebih awal.”
Dokter Filbert tahu bahwa tidak mudah bagi Selena untuk mendapatkan uang. Tidak ada gunanya juga menghabiskan uang untuk merawat seseorang dengan kondisi vegetatif.
Selena berdiri dengan tangan di atas meja, lalu dengan tegas berkata, “Aku tidak akan menyerah pada kondisi ayahku apa pun hasilnya nanti, aku percaya keajaiban akan terjadi.”
Selena keluar dari ruang kantor dengan penuh kebingungan, dia tidak menyangka keadaan akan menjadi seburuk ini. Jika ayahnya tidak bisa bangun lagi, berarti dia tidak memiliki kesempatan lagi untuk mengungkap kebenaran.
Dirinya sendiri pun tidak boleh mati begitu saja!
Dia bergegas ke departemen onkologi. Ketika Lewis baru saja menyelesaikan diagnosisnya, Selena langsung menerobos masuk.
“Kak Lewis, bantulah aku.”
Lewis melihat wajah Selena penuh kepanikan. Selena memegangi ujung pakaian Lewis dengan erat, seolah-olah dirinya sedang terapung di tengah laut dan memohon pertolongan. “Kak Lewis, aku tidak peduli apakah aku harus menjalani kemoterapi ataupun operasi, pokoknya aku ingin hidup lebih lama lagi ...”
Hanya dengan tetap bertahan hidup, barulah dia bisa mengetahui kebenaran, dan bisa menemani ayahnya lebih lama lagi.
Lewis tidak tahu apa yang telah terjadi pada Selena sampai-sampai wanita ini tiba-tiba memiliki harapan untuk terus bertahan hidup. Sebagai seorang dokter, Lewis merasa sangat senang mendengarnya.
“Oke, aku akan segera menjadwalkan kemoterapi tahap pertama untukmu.”