Bab 46
Bab 46
Bab 46
Reaksi kedua kakak beradik itu, sangat diluar dugaan Samara.
“Jangan berkata begitu, mungkin Ibu kalian ada alasannya yang tidak bisa diungkapkan?” Samara berkata dengan serius: “Tidak ada Ibu di dunia ini yang tidak sayang sama anaknya, jika saat ini dia mendengar kalian begitu membencinya, saya yakin dia pasti sangat terluka.” Têxt © NôvelDrama.Org.
Oliver dan Olivia mempunyai kesan yang baik terhadap Samara, kesan baik itu terjadi secara alamiah.
Tetapi kali ini, tanpa berjanji terlebih dahulu mereka sama sama tidak setuju dengan perkataan Samara.
Oliver cemberut, dengan keras kepala dia berkata: “Wanita itu tidak mencintai kami! Dia hanya bermimpi menjadi bintang film, menganggap kami sebagai alat untuk beraksi di depan Ayah.”
Menyinggung Samantha, bahkan bocah penurut seperti Olivia juga menolak dan membencinya.
Ini……
Samara dapat melihat jelas apa yang terjadi diantara mereka.
Rupanya Ibu kandung mereka berdua, menggunakan mereka untuk dapat menikah dengan ayah mereka, tidak heran kedua bocah ini tidak suka terhadap ibunya.
“Saya akan terus berhubungan dengan kalian, juga berjanji saya akan berusaha sebisanya untuk datang kesini melibat kalian.” Untuk pertama kalinya Samara begitu tegas di depan kedua bocah ini: “Tetapi selain itu saya tidak bisa berjanji. ***
Dia sebenarnya sangat sangat suka dengan kedua bocah keluarga Costan ini.
Tetapi dia juga tidak bisa karena rasa suka ini, berjanji akan menjaga mereka terus.
Ibu kandung mereka pasti tidak akan setuju, sebagai ayah mereka, Asta juga pasti tidak akan mengizinkan.
Suasana di dalam kamar seketika berubah menjadi dingin, kedua orang bocah itu seperti dua bual balon yang kempes, seluruh tubuh mereka menjadi lemas terkulai.
Asta yang datang membawa air hangat, Samara menyuruhi Oliver meminumnya, lalu dengan alasan harus cepat beristirahat dia membujuk keduanya untuk segera tidur
Kedua bocah itu sedih karena Samana tidak mau pindah ke rumah mereka, tetapi ini sama sekali tidak mempengaruhi rasa suka mereka terhadapnya
Semua perkataan Samara terhadap mereka. Seperti dekrit yang harus dipatuhi.
Kedua bocah itu menurut dan naik ke tempat tidur, dan Samara menyanyikan lagu anak anak untuk mereka, dengan pelan pelan meniduri mereka.
Setelah selesai semuanya waktu sudah hampir subuh.
Ketika Samara keluar dari kamar anak anak, dirinya sudah merasa lelah, dia menekan bahu dan pundaknya yang terasa pegal pegai.
Seberapa lama Samara membujuk anak anaknya tidur. Asta juga menemaninya secara diam diam.
Keduanya saling berhadapan, bibir tipis Asta berkata: “Kamu sudah bekerja keras.”
Sikap lembutnya hilang setelah tidak berada di depan kedua bocah, ganti dengan suara nyaringnya yang bertanya: “Tuan Asta, kamu pasti tahu kalau mereka sedang bersandiwara mengapa kamu ikut- ikutan dan datang mencari saya, ini tidak biasanya.”
“Bagaimana kamu menyadari bahwa saya sudah tahu duluan?”
“Terhadap Oliver kamu hanya dingin di wajah tapi hangat di dalam hati, tetapi hari ini dia ‘sakit’ kamu justru sangat tenang.” Samara mengangkat kepala menatapnya: “Saya mengatakan Oliver akan baik sakit perutnya setelah minum air hangat, kamu tidak ada komentar sama sekali.”
“Iya.”
Samara mengira Asia akan membela diri dan memberi komentar, dia sama sekali tidak menyangka Asta mengiyakan dengan begitu cepat dan tenang.
Otaknya langsung berpikir terhadap satu kemungkinan, dengan menggigit bibir dia bertanya: “Kamu sengaja melakukannya?”
“Mereka ingin berjumpa denganmu, saya juga.” Mata tajam Asta menjadi gelap dan dalam, sepeiti sumur kuno berusia ribuan tahun yang menyebabkan orang sulit menyelaminya: “Jika kamu mengira ini semua dilakukan dengan sengaja, saya tidak membantahnya.”
Perkataan ini……
Mengapa kedengarannya dapat membuat orang salah paham?
Samara mendengus dengan kuat, mengatakan kepada diri sendiri apakah ini hanya perasaannya
Sejak kapan dimulai…….waktu berbicara dengannya sikap Isia berubah menjadi begitu mesra?
Ini semua pasti ilusi!
“Tuan Asta, benar benar pandai membuat lelucon.” Sudut bibir Samara terangkat seperti tidak percaya: “Tidak usah berbelit belit, saya dapat memahami jika Oliver dan Olivia mereka ingin berjumpa dengan saya, tetapi mengapa kamu juga ingin berjumpa?”
Empat mata saling bertatapan.
Kaki Asta yang panjang selangkah demi selangkah berjalan mendekatinya, selangkah demi selangkah mendesaknya.
Asta lebih tinggi dari Samara, dengan perbedaan tinggi badan mereka berdua yang mencolok sudah cukup menyebabkan Samara merasakan suasana yang mendominan dan menguasai.
Samara tidak ingin mundur, tetapi ketika tubuh kekar terus menerus mendesak mendekatinya, tanpa sadar dia terus mundur ke belakang.
Begitu mundur, sudah sampai mentok tidak ada jalan mundur lagi.
“Coba katakan…..” suara parau menggoda dan hembusan nafas yang hangat dari pria itu: “Mengapa seorang pria ingin bertemu dengan seorang wanita?”